Semarang dalam Renjana Jalur Sepur Pertama di Indonesia - Kompas 31 Juli 2021
Semarang dalam Renjana Jalur Sepur Pertama di Indonesia
Keberadaan ”railfans” ikut tak sekadar membagi sejarah dan nostalgia jejak riwayat perkeretaapian Nusantara. Mereka pun ikut menyuarakan pelestarian sejarah kereta api yang tak bisa dilepaskan dari peradaban Indonesia.
Kereta api mengandung renjana dan nostalgia. Para pencintanya rela menapaki lorong waktu menyusuri rel-rel mati, stasiun tua, hingga puing bangunan sisa riwayatnya. Pun di Kota Semarang, Jawa Tengah, tonggak sejarah perkeretaapian Nusantara.
Suatu sore, medio Februari 2021, di bawah awan gelap yang mengemuli langit Kota Lama Semarang, Maybi Prabowo (48) berjalan menyusuri Jalan Sendowo ke arah barat menuju Kali Semarang. Menggendong dua tas ransel di punggung dan dada, ia merekam penyusurannya dengan ponsel.
”Saya berada di Jalan Sendowo. Dulunya, di sekitar ini adalah jalur rel trem SJS (Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij NV) dari Stasiun Jurnatan yang mengarah ke Bulu. Kita coba telusuri,” ucapnya sambil memvideokan geliat kawasan berjuluk Little Netherland tersebut.
Railway enthusiast di Inggris, negara pembuat KA pertama, pernah patungan membeli lokomotif uap yang hendak dijual kiloan. Mereka menjadikannya proyek untuk diperbaiki dan dihidupkan lagi.
Stasiun Jurnatan yang kini sudah tak tampak lagi wujudnya dibangun perusahaan swasta Belanda SJS dan mulai beroperasi pada 1882. Selain menjadi titik awal rute kereta api (KA) dari Semarang ke arah timur, seperti Demak, Kudus, Pati, Juwana, hingga Jatirogo dan Tuban di Jawa Timur, Jurnatan tempo dulu juga stasiun trem yang jalurnya menuju sejumlah tempat di Kota Semarang.
Dari lokasi itu, Maybi lalu ke arah barat laut untuk mendokumentasikan jembatan tua berusia lebih dari 100 tahun. Dulu, jembatan itu dilintasi KA dari arah Stasiun Pendrikan—kini tiada lagi jejaknya—menuju Pelabuhan Tanjung Emas. Dua video itu diunggah di akun Youtube-nya, yang kini diikuti sekitar 154.000 pengikut atau subscriber.
”Saya selalu takjub dengan peninggalan bersejarah seperti itu. Sekitar 100-150 tahun lalu, dengan teknologi terbatas, mereka bisa membangun konstruksi secara presisi dan hasilnya tahan lama, kokoh, dan itu banyak pada bangunan kereta api,” kata Maybi, pekerja di salah satu perusahaan media massa di Jakarta, Selasa (27/7/2021).
Baca juga : Kemidjen, Hilangnya Stasiun Kereta Api Pertama di Nusantara
Baca juga : Jalur Kereta Api Semarang-Rembang Jadi Prioritas Kedua Setelah Borobudur
Maybi ialah pencinta kereta api, akrab disebut railfans, yang tergabung di sejumlah komunitas, salah satunya Dead Rail Hunter. Mereka mengkhususkan hobi memburu jalur-jalur mati KA.
Kecintaan Maybi pada KA tak terlepas dari jejak masa kecil karena rumah orangtuanya dekat dengan Stasiun Sokaraja, Banyumas. Kakek buyutnya pernah menjabat kepala stasiun di situ.
Latar sebagai jurnalis televisi yang kerap bertugas ke banyak daerah membuatnya terpacu menelusuri segala hal tentang perkeretaapian. Tak hanya di Jawa, ia juga menyambangi peninggalan ataupun jalur aktif di Pulau Sumatera dan Madura. Ia juga selalu menyempatkan naik KA saat ke luar negeri.
Maybi, yang tujuh tahun berkuliah di Semarang, aktif bergabung dengan sejumlah komunitas pencinta KA melalui platform Facebook pada 2008. Sejak 2014, ia kemudian aktif mengunggah video di Youtube.
Media sosial jadi sarana berbagi video perjalanan dan seluk-beluk sejarah KA. Tak hanya perjalanan, Maybi memadukan videonya dengan foto-foto dan dokumentasi kuno berbagai sumber tepercaya, termasuk dari Belanda.
Baca juga : 44 Tahun Mati, Stasiun KA Pulau Aie di Kota Tua Padang Mulai Beroperasi
Kanal Youtube juga dimanfaatkan Eko Suryo (45), pencinta KA asal Kudus yang rutin menelusuri rel-rel mati dan stasiun nonaktif. Pada 31 Desember 2020, di sela-sela keperluannya di Semarang, ia mendokumentasikan perjalanan ke Stasiun Semarang Gudang, di Kelurahan Kemijen, yang sudah tak aktif.
”Tak jauh dari Stasiun Semarang Gudang, kan, ada Stasiun Samarang NIS yang merupakan stasiun pertama di Indonesia. Kini wujudnya sudah enggak ada. Saya pikir, sejarah ini penting,” ujar Eko, yang rutin mengunggah dokumentasi penelusurannya sejak 2015.
Eko jatuh hati pada kereta api sejak sekolah dasar. Saat bocah, ia dikenalkan oleh kakeknya pada moda transportasi KA saat rute dari Kudus ke Semarang masih ada. Pada pertengahan 1980-an, KA dari Semarang ke arah timur, termasuk Kudus, berhenti beroperasi.
Beranjak dewasa, ia gemar menyusuri jalur-jalur hingga stasiun tua, terutama di Jateng. Saat mulai berkuliah di Semarang pada 1995, ia masih menyaksikan bentangan rel di sisi jalan raya pantura Semarang-Demak. ”Namun, tahun 2000, saya melihat sendiri jalur itu dibongkar,” kenang Eko.
Aspek nostalgia
Tjahjono Rahardjo dari Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Wilayah Semarang menuturkan, semakin maraknya railfans satu dekade terakhir, terutama di era media sosial, sangatlah positif. ”Kereta api itu aspek nostalgianya luar biasa,”ucapnya.
Meski demikian, Tjahjono berharap suatu saat railfans Indonesia bisa berbuat lebih. Ia mencontohkan railway enthusiast di Inggris, negara pembuat KA pertama, pernah patungan membeli lokomotif uap yang hendak dijual kiloan. Mereka menjadikannya proyek untuk diperbaiki dan dihidupkan lagi.
Meningkatnya kecintaan dan minat pada kereta api, kata Tjahjono, tidak terlepas dari perubahan citra PT KAI yang kian meningkatkan pelayanan, sejak Ignasius Jonan menjadi direktur utama BUMN tersebut pada 2009-2014.
Tjahjono, yang juga dosen Magister Lingkungan dan Perkotaan di Universitas Katolik Soegijapranata menganalogikan perubahan itu dengan kesenian tradisional yang diminati generasi muda jika dikemas menarik. ”Di masa itu, citra kereta api beranjak keren. Bukan lagi moda menyedihkan. Dari situ, anak-anak muda tertarik,” katanya.
Baca juga : Senyum dan Tangis Selusuri Sejarah Kereta Api Pertama Indonesia
Di sisi lain, yang dilakukan sejumlah railfans juga bagian upaya mendukung pelestarian aset-aset perkeretaapian. Pada 2009, misalnya, Tjahjono bersama Karyadi Baskoro dan Deddy Herlambang serta dibantu Ramelan, warga Kampung Spoorlan atau Spoorland di Kelurahan Kemijen, menemukan petunjuk keberadaan Stasiun Samarang NIS, yang mulai dibangun 1864, dan merupakan stasiun pertama di Indonesia.
Sejumlah ornamen dan bagian bangunan persis dengan gambaran Stasiun Samarang NIS di buku berbahasa Belanda, Spoorwegstations op Java, karya Michiel van Ballegoijen de Jong (Amsterdam, 1993).
Sebelumnya, publik lebih banyak tahu stasiun pertama ialah Stasiun Kemijen atau Stasiun Semarang Gudang. Salah satu pemicu kebingungan karena ketiga stasiun itu berada di kelurahan yang sama, Kemijen.
Di selasar Museum KA Ambarawa kini juga terpampang informasi bahwa stasiun pertama adalah Stasiun Samarang yang dibangun 16 Juni 1864. Ini juga disepakati para railfans. ”Namun, awam belum banyak tahu, termasuk warga Semarang,” ujar Tjahjono.
Lihat juga : Reaktivasi Jalur KA Tanjung Emas
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu mengemukakan, meski pengelolaan aset perkeretaapian menjadi ranah PT KAI, pihaknya siap mendukung terutama terkait pengembangan potensi wisata.
Ia mencontohkan, koordinasi penataan Stasiun Tawang yang bersebelahan dengan Kota Lama membuat daerah yang dulu langganan banjir dan rob itu belakangan kian ramai, termasuk oleh wisatawan.
Pelestarian peninggalan KA terus didorong publik, termasuk railfans seperti Maybi dan Eko. Selain memburu kenangan, mereka coba berbagi repihan sejarah bangsa agar awam tak lupa bahwa perkeretaapian ikut membentuk peradaban Nusantara.
Comments